Selasa, 27 Desember 2016

Empowerment, Stress, Konflik



Nama   : Fauzia Ayu Nanda                                        Mata kuliah     : Softskills
Kelas   : 3PA09                                                          NPM               : 14514080


A.    Pengertian Empowerment

          Empowerment , yaitu upaya mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki oleh masyarakat. Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang demikian tentunya diharapkan memberikan peranan kepada individu bukan sebagai obyek, tetapi sebagai pelaku atau aktor yang menentukan hidup mereka sendiri. Secara umum pemberdayaan didefinisikan sebagai suatu proses sosial multi-dimensional yang membantu penduduk untuk mengawasi kehidupannya sendiri. Pemberdayaan itu merupakan suatu proses yang memupuk kekuasaan (yaitu, kemampuan mengimplementasikan) pada individu, untuk penggunaan bagi kehidupan mereka sendiri, komunitas mereka, dengan berbuat mengenai norma - norma yang mereka tentukan (Page & Czuba, 1999:3). Richard Carver, Managing Director dari Coverdale Organization mendefinisikan empowerment sebagai mendorong dan membolehkan seseorang untuk mengambil tanggung jawab secara pribadi untuk meningkatkan atau memperbaiki cara-cara menyelesaikan pekerjaan sehingga dapat meningkatkan kontribusi dalam pencapaian sasaran organisasi. Empowerment memerlukan penciptaan budaya yang mendorong pegawai dalam setiap tingkatan untuk melakukan sesuatu yang berbeda dan membantu pegawai untuk percaya diri dan kemampuan untuk melakukan perubahan.


B.     Kunci efektif Empowerment

Hulme & Turner (1990) berpendapat bahwa pemberdayaan mendorong terjadinya suatu proses perubahan sosial yang memungkinkan orang-orang pinggiran yang  tidak berdaya untuk memberikan pengaruh yang lebih besar di arena politik secara lokal maupun nasional. Oleh karena itu pemberdayaan sifatnya individual dan kolektif. Pemberdayaan juga merupakan suatu proses yang menyangkut hubungan kekuasaan kekuatan yang berubah antar individu, kelompok dan lembaga.


C.     Definisi stress

Stres dapat dimaknai dari beberapa sudut pandang keilmuan. Levi (1991) mendefinisikan stress sebagai berikut:
Dalam bahasa tekhnik. Stress dapat diartikan sebagai kekuatan dari bagian-bagian tubuh.
Dalam bahasa biologi dan kedokteran. Stress dapat diartikan proses tubuh untuk beradaptasi terhadap pengaruh luar dan perubahan lingkungan terhadap tubuh.
Secara umum. Stress dapat diartikan sebagai tekanan psikologis yang dapat menimbulkan penyakit baik fisik maupun penyakit jiwa.
Secara lebih tegas Manuaba (1998) memberikan definisi sebagai berikut: Stress
adalah segala rangsangan atau aksi dari tubuh manusia baik yang berasal daru luar maupun dari dalam tubuh itu sendiri yang dapat menimbulkan bermacam-macam dampak yang merugikan mulai dari menurunnya kesehatan sampai kepada dideritanya suatu penyakit. Dalam kaitannya dengan pekerjaan, semua dampak dari stress tersebut akan menjurus kepada menurunnya performansi, efisiensi dan produktifitas kerja yang bersangkutan.
Selanjutnya Mendelson (1990) mendefinisikan stress akibat kerja secara lebih sederhana, dimana stress merupakan suatu ketidak nyamanan dalam kerja. Sedangkan respon stress merupakan suatu total emosional individu dan atau merupakan respon fisiologis terhadap kejadian yang diterimanya. Dari beberapa pengertian tersebut maka dapat digaris bawahi bahwa stress muncul akibat adanya berbagai stressor yang diterima oleh tubuh, yang selanjutnya tubuh memberikan reaksi (strain) dalam beranekaragam tampilan.
Dari uraian tersebut dapat ditegaskan bahwa stress secara umum merupakan tekanan psikologis yang dapat menyebabkan berbagai bentuk penyakit baik penyakit secara fisik maupun mental (kejiwaan).

D.    Sumber-sumber Stress

·         Sumber-sumber stress pada diri seseorang : Kadang-kadang sumber stress itu ada didalam diri seseorang. Salah satunya melalui kesakitan. Tingkatan stress yang muncul tergantung pada rasa sakit dan umur inividu(sarafino,1990). Stress juga akan muncul dalam seseorang melalui penilaian dari kekuatan motivasional yang melawan, bila seseorang mengalami konflik. Konflik merupakan sumber stress yang utama.
·      Sumber-sumber stress di dalam keluarga : Stress di sini juga dapat bersumber dari interaksi di antara para anggota keluarga, seperti : perselisihan dalam masalah keuangan, perasaan saling acuh tak acuh, tujuan-tujuan yang saling berbeda dll. Misalnya : perbedaan keinginan tentang acara televisi yang akan ditonton, perselisihan antara orang tua dan anak-anak yang menyetel tape-nya keras-keras, tinggal di suatu lingkungan yang terlalu sesak, kehadiran adik baru. Khusus pada penambahan adik baru ini, dapat menimbulkan perasaan stress terutama pada diri ibu yang selama hamil (selain perasaan senang, tentu), dan setelah kelahiran. Rasa stress pada ayah sehubungan dengan adanya anggota baru dalam keluarga, sebagai kekhawatiran akan berubahnya interaksi dengan ibu sebagai istrinya atau kekhawatiran akan tambahan biaya. Pra orang tua yang kehilangan anak-anaknya atau pasanganya karena kematian akan merasa kehilangan arti (sarafino,1990).
·         Sumber-sumber stress didalam komunitas dan lingkungan : interaksi subjek diluar lingkungan keluarga melengkapi sumber-sumber stress. Contohnya : pengalaman stress anak-anak disekolah dan di beberapa kejadian kompetitif, seperti olahraga. Sedangkan beberapa pengalaman stress oang tua bersumber dari pekerjaannya, dan lingkungan yang stressful sifatnya. Khususnya ‘occupational stress’ telah diteliti secra luas.
Pekerjaan dan stress : Hampir semua orang didalam kehidupan mereka mengalami stress sehubungan denga pekerjaan mereka. Tidak jarang situasi yang ‘stressful’ ini kecil saja dan tidak berarti, tetapi bagi banyak orang situasi stress itu begitu sangat terasa dan berkelanjutan didalam jangka waktu yang lama. Faktor-faktor yang membuat pekerjaan itu ‘stressful’ ialah :
1.      Tuntutan kerja : pekerjaan yang terlalu banyak dan membuat orang bekerja terlalu keras dan lembur, karena keharusan mengerjakannya.
2.      Jenis pekerjaan : jenis pekerjaan itu sendiri sudah lebih ‘stressful’ dari pada jenis pekerjaan lainnya. Pekerjaan itu misalnya : jenis pekerjaan yang memberikan penilaian atas penampilan kerja bawahannya (supervisi), guru, dan dosen.
3.      Pekerjaan yang menuntut tanggung jawab bagi kehidupan manusia : contohnya tenaga medis mempunyai beban kerja yang berat dan harus menghadapi situasi kehidupan dan kematian setiap harinya. Membuat kesalahan dapat menimbulkan konsekuensi yang serius.
Menurut Sarafino (1990) stress kerja dapat disebabkan karena :
a.       Lingkungan fisik yang terlalu menekan
b.      Kurangnya kontrol yang dirasakan
c.       Kurangnya hubungan interpersonal
d.      Kurangnya pengakuan terhadap kemajuan kerja
·         Stress yang berasal dari lingkungan : lingkungan yang dimaksud disni adalah lingkungan fisik, seperti : kebisingan, suhu yang terlalu panas, kesesakan, dan angin badai (tornado,tsunami). Stressor lingkungan mencakup juga stressor secara makro seperti migrasi, kerugian akibat teknologi modern seperti kecelakaan lalu lintas, bencana nuklir (Peterson dkk, 1991) dan faktor sekolah (Graham,1989).

E.     Cara mengatasi stress
1.      Olahraga
2.      Yoga
3.      Pemijatan
4.      Melakukan hobi yang disenangi
5.      Mendengarkan musik
6.      Bermain games
7.      Positive Thinking

F.      Definisi konflik

Menurut Killman dan Thomas (1978), konflik merupakan kondisi terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi.

G.    Jenis-jenis Konflik

    Konflik mempunyai banyak jenis seperti yang dikatakan James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada lima jenis konflik yaitu konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar individu dan kelompok, konflik antar kelompok dan konflik antar organisasi.

1. Konflik Intrapersonal

Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus. bentuk konflik intrapersonal yaitu :
    a. Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama menarik.
    b. Konflik pendekatan penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama menyulitkan.

2. Konflik Interpersonal
   Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentengan kepentingan atau keinginan. Maka Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku organisasi.

3.  Konflik antar perorangan
     Konflik antar perorangan terjadi antara satu individu dengan individu lain atau lebih. Konflik ini biasanya disebabkan oleh adanya perbedaan sifat dan perilaku setiap orang dalam organisasi. Hal ini biasanya pernah dialami oleh setiap anggota organisasi baik hanya dirasakan sendiri maupun ditunjukkan dengan sikap.

4.  Konflik Antar Kelompok
   Tingkat lainnya dalam konflik di organisasi adalah konflik antar kelompok. Seperti diketahui bahwa sebuah organisasi terbentuk dari beberapa kelompok kerja yang terdiri dari banyak unit. Apabila diantara unit-unit disuatu kelompok mengalami pertentangan dengan unit-unit dari kelompok lain maka manajer merupakan pihak yang harus bisa menjadi penghubung antara keduanya.

5. Konflik antar organisasi
  Konflik juga bisa terjadi antara organisasi yang satu dengan yang lain. Hal ini tidak selalu disebabkan oleh persaingan dari perusahaan-perusahaan di pasar yang sama. Konflik ini bisa terjadi karena adanya ketidak cocokan suaut badan terhadap kinerja suatu organisasi.

H.    Proses Konflik

1.    Potensi Pertentangan atau Ketidakselarasan
Tahap pertama dalam proses terjadinya konflik adalah munculnya kondisi-kondisi yang menciptakan peluang bagi pecahnya konflik. Kondisi-kondisi tersebut tidak harus mengarah langsung pada konflik, tetapi salah satunya diperlukan jika konflik akan muncul. Secara sederhana, kondisi-kondisi tersebut dapat dipadatkan ke dalam tiga kategori umum, yaitu:
    Komunikasi: Sebuah ulasan mengenai penelitian menunjukkan bahwa konotasi kata yang menimbulkan makna yang berbeda, pertukaran informasi yang tidak memadai, dan kegaduhan pada saluran komunikasi merupakan hambatan komunikasi dan kondisi potensial pendahulu yang menimbulkan konflik. Penelitian menunjukkan bahwa potensi konflik meningkat ketika terjadi terlalu sedikit atau terlalu banyak informasi. Jelas, meningkatnya komunikasi menjadi fungsional sampai pada suatu titik, dan diatasnya dengan terlalu banyak komunikasi, meningkat pula potensi konflik.
    Struktur: Istilah struktur digunakan dalam konteks ini untuk mencakup variabel-variabel seperti ukuran, kadar spesialisasi dalam tugas-tugas yang diberikan kepada anggota kelompok, keserasian antara anggota dan tujuan, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan kadar ketergantungan antar kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran dan spesialisasi bertindak sebagai daya yang merangsang konflik. Semakin besar kelompok dan semakin terspesialisasi kegiatan-kegiatannya, semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik. Semakin besar ambiguitas dalam mendefinisikan secara tepat dimana letak tanggung jawab atas tindakan, semakin besar potensi munculnya konflik.
    Variabel-variabel Pribadi: Kategori ini meli[uti kepribadian, emosi, dan nilai-nilai. Bukti menunjukkan bahwa jenis kepribadian tertentu memiliki potensi memunculkan konflik. Emosi juga dapat menyebabkan konflik. Nilai yang berbeda-beda yang dianut tiap-tiap anggota dapat menjelaskan munculnya konflik

2.    Kognisi dan Personalisasi
Sebagaimana yang telah disinggung dalam definisi mengenai konflik, disyaratkan adanya persepsi. Karena itu, salah satu pihak (atau lebih) harus menyadari adanya kondisi-kondisi pendahulu. Namun karena suatu konflik yang dipersepsi, tidak berarti bahwa konflik itu dipersonalisasi. Konflik yang dipersepsi merupakan kesadaran oleh satu atau lebih pihak akan adanya kondisi-kondisi yang menciptakan peluang munculnya konflik. Pada tahap ini mungkin tidak berpengaruh apapun pada perasaan satu dan yang lainnya. Baru pada tingkat perasaan, yaitu ketika orang mulai terlibat secara emosional, para pihak tersebut merasakan kecemasan, ketegangan, frustasi, atau rasa bermusuhan.
Tahap ini penting karena disinilah isu-isu konflik biasanya didefinisikan. Pada tahapan proses inilah, para pihak memutuskan konflik itu tentang apa, dan pada akhirnya ini sangat penting karena cara sebuah konflik didefinisikan akan menentukan jalan panjang menuju akhir penyelesaian konflik.

3.    Maksud
Mengintervensi antara persepsi serta emosi orang dan perilaku mereka. Masud adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu. Seseorang harus menyimpulkan maksud orang lain untuk mengetahui bagaimana sebaiknya menanggapi perilakunya itu. Banyak konflik bertambah parah semata-mata karena salah satu pihak salah dalam memahami maksud pihak lain. Selain itu, biasanya ada perbedaan yang besar antara maksud dan perilaku, sehingga perilaku tidak selalu mencerminkan secara akurat maksud seseorang.
Dengan menggunakan sifat kooperatif (kadar sampai mana salah satu pihak berupaya memuaskan kepentingan pihak lain) dan sifat tegas (kadar sampai mana salah satu pihak berupaya memperjuangkan kepentingannya sendiri), lima maksud penanganan konflik berhasil diidentifikasi:
    Bersaing: yaitu hasrat untuk memuaskan kepentingan pribadi, tanpa memedulikan dampaknya atas pihak lain yang berkonflik dengannya. Perilaku ini mencakup maksud untuk mencapai tujuan anda dengan mengorbankan tujuan orang lain, berupaya meyakinkan orang lain bahwa kesimpulan anda benar dan kesimpulannya salah, dan mencoba membuat orang lain dipersalahkan atas suatu masalah.
   Bekerja sama: yaitu suatu situasi dimana pihak-pihak yang berkonflik ingin sepenuhnya memuaskan kepentingan kedua belah pihak. Maksud para pihak adalah menyelesaikan masalah dengan memperjelas perbedaan ketimbang mengakomodasi berbagai sudut pandang.
  Menghindar: yaitu hasrat untuk menarik diri dari konflik atau menekan sebuah konflik. Maksud dari perilaku ini adalah mencoba mengabaikan suatu konflik dan menghindari orang lain yang berbeda pendapat.
• Akomodatif: yaitu kesediaan salah satu pihak yang berkonflik untuk menempatkan kepentingan lawannya di atas kepentingannya sendiri. Maksud dari perilaku ini adalah supaya hubungan tetap terpelihara, salah satu pihak bersedia berkorban.
   Kompromis: yaitu situasi dimana masing-masing pihak yang berkonflik bersedia mengalah dalam satu atau lain hal. Saat itulah terjadi tindakan berbagi yang mendatangkan kompromi. Maksud kompromis ini tidak jelas siapa yang menang dan kalah. Tiba-tiba muncul kesediaan dari pihak-pihak yang berkonflik untuk membatasi objek konflik dan menerima solusi meski sifatnya sementara. Karena itu, cirri khas maksud kompromis adalah masing-masing pihak rela menyerahkan sesuatu atau mengalah.

4.    Perilaku
Tahapan selanjutnya dalam proses terjadinya konflik adalah perilaku yang meliputi pernyataan, aksi dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik. Perilaku konflik ini biasanya merupakan upaya kasat mata untuk mengoperasikan maksud dari masing-masing pihak. Tetapi perilaku ini memiliki kualitas stimulus yang berbeda dari maksud.
Jika konflik bersifat disfungsional, maka perlu dilakukan berbagai teknik penting untuk meredakannya. Para manajer mengendalikan tingkat konflik dengan manajemen konflik (conflict management), yaitu pemanfaatan teknik-teknik resolusi dan dorongan (stimulasi) untuk mencapai tingkat konflik yang diinginkan.

5.    Akibat
Jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi. Akibat atau konsekuensi itu bisa bersifat fungsional, dalam arti konflik tersebut menghasilkan kinerja kelompok, atau juga bisa bersifat disfungsional karena justru menghambat kinerja kelompok.
• Akibat fungsional: Meningkatnya keragaman kultur dari anggota dapat memberikan manfaat lebih besar bagi organisasi. Penelitian memperlihatkan bahwa heterogenitas antaranggota kelompok dan organisasi dapat meningkatkan kreativitas, memperbaiki kualitas keputusandan memfasilitasi perubahan dengan cara meningkatkan fleksibilitas anggota.
• Akibat disfungsional: Pertengkaran yang tak terkendali menumbuhkan rasa tidak senang, yang menyebabkan ikatan bersama renggang, dan pada akhirnya menuntun pada kehancuran kelompok. Diantara konsekuensi-konsekuensi yang tidak diharapkan tersebut, terdapat lambannya komunikasi, menurunnya kekompakan kelompok, dan subordinasi tujuan kelompok oleh dominasi perselisihan antar anggota.
  Menciptakan konflik fungsional: Salah satu cara organisasi menciptakan konflik fungsional adalah dengan memberi penghargaan kepada orang yang berbeda pendapat dan menghukum mereka yang suka menghindari konflik.

I.       Definisi komunikasi

Komunikasi adalah kegiatan pengoperan lambang yang mengandung arti/makna yang perlu dipahami bersama oleh  pihak yang terlibat dalam kegiatan komunikasi  (Astrid). Komunikasi adalah kegiatan perilaku atau kegiatan penyampaian pesan atau informasi tentang pikiran atau perasaan (Roben.J.G). Komunikasi adalah sebagai pemindahan informasi dan pengertian dari satu orang ke orang lain (Davis, 1981). Komunikasi adalah berusaha untuk mengadakan persamaan dengan orang lain (Schram,W).

J.       Hambatan dalam Komunikasi

      1. Hambatan dari Proses  Komunikasi
Hambatan dari pengirim pesan, misalnya pesan yang akan disampaikan belum jelas bagi dirinya atau pengirim pesan, hal ini dipengaruhi  oleh perasaan atau situasi emosional dan hambatan dalam penyandian/simbol.  
2. Hambatan Fisik
Hambatan fisik dapat mengganggu komunikasi yang efektif, cuaca gangguan alat komunikasi, dan lain lain, misalnya: gangguan kesehatan, gangguan alat komunikasi dan sebagainya.
3. Hambatan Semantik
Kata-kata yang dipergunakan dalam komunikasi  kadang-kadang mempunyai  arti mendua yang berbeda, tidak jelas atau berbelit-belit antara pemberi pesan dan penerima.
4. Hambatan Psikologis 
Hambatan psikologis dan sosial kadang-kadang mengganggu komunikasi, misalnya; perbedaan nilai-nilai serta harapan yang berbeda antara pengirim  dan penerima pesan.


Daftar Pustaka
2.      Anonim. 1999. Manajemen stres. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
4.      http://dzakiyyah95.blogspot.co.id/2015/01/empowerment-stres-dan-konflik.html


Selasa, 15 November 2016

Psikologi Management

Nama   : Fauzia Ayu Nanda                                        Mata Kuliah    : Psikologi Management
NPM   : 14514080                                                      Kelas               : 3PA09

ORGANIZING, ACTUALING, CONTROLLING

·         Definisi Pengorganisaian (Organizing)
Pengorganisasian merupakan salah satu fungsi dasar dalam manajemen untuk mencapai sasaran yang ditetapkan oleh Organisasi. Pengorganisasian ini berkaitan dengan pengelompokan kegiatan, pengaturan orang maupun sumber daya lainnya dan mendelegasikannya kepada individu ataupun unit tertentu untuk menjalankannya sehingga diperlukan penyusunan struktur organisasi yang memperjelas fungsi-fungsi setiap bagian dan sifat hubungan antara bagian-bagian tersebut. Secara definisi, yang dimaksud dengan Struktur Organisasi menurut Schermerhorn (1996) adalah sistem tugas, alur kerja, hubungan pelaporan dan saluran komunikasi yang dikaitkan secara bersama dalam pekerjaan individual maupun kelompok. Struktur organisasi di bagi 2 struktur formal dan informal, penjelasanya sebagai berikut :
1.      Struktur organisasi formal didasarkan pada analis dari tiga elemen kunci setiap organisasi, yaitu : 1). Inter aksi kemanusiaan. 2). Kegiatan yang terarah ke tujuan. 3). Struktur. Manajemen harus mengkoordinir kegiatan-kegiatan karyawan untuk mencapai tujuan organisasi. Tujuan sebuah perusahaan yang berupa “penyediaan barang yang berkualitas baik dengan harga bersaing kepada konsumen” Tujuan perusahaan sering bersipat luas dan tidak memberikan ciri kegiatan kerja secara individual, akibatnya, tujuan-tujuan itu harus dipecah ke dalam tujuan-tujuan khusus untuk setiap karyawan dalam perusahaan.
2.      Struktur organisasi informal, yaitu 1). Organisasi informal adalah hubungan pribadi dalam organisasi yang mempengaruhi putusan di dalam organisasi tersebut tetapi ditiadakan dari skema formal dan tidak panggah dengan struktur formal organisasi. 2). Organisasi informal tumbuh karena berbagai faktor baik ekstern (pendidikan, umur, senioritas, jenis kelamin, latar belakang etnis dan kepribadian), maupun intern (jabatan, upah, jadwal kerja, mobilitas, dan simbol status). 3). Organisasi informal membentuk klik, status dan peranan, norma dan sanksi serta metode kerja sendiri lain dengan aturan formal. 4). Organisasi informal dapat bermanfaat bagi pribadi anggota dan organisasi, namun juga dapat membahayakan organisasi. 5). Organisasi informal berkembang dalam berbagai bentuk.

Manfaat Struktur Fungsional dan Struktur Divisional
1.      Struktur Fungsional
Struktur Organisasi yang paling umum digunakan oleh suatu organisasi. Pembagian kerja dalam bentuk Struktur Organisasi Fungsional ini dilakukan berdasarkan fungsi manajemennya seperti Keuangan, Produksi, Pemasaran dan Sumber daya Manusia. Karyawan-karyawan yang memiliki keterampilan (skill) dan tugas yang sama akan dikelompokan bersama kedalam satu unit kerja. Struktur Organisasi ini tepat untuk diterapkan pada Organisasi atau Perusahaan yang hanya menghasilkan beberapa jenis produk maupun layanan. Struktur organisasi bentuk ini dapat menekan biaya operasional namun mengalami kesulitan dalam berkomunikasi antar unit kerja.
 Keuntungan yang didapat jika menggunakan struktur fungsional adalah :
·         Skala ekonomis dengan penggunaan sumber daya secara efisien.
·         Tugas – tugas yang konsisten dengan pelatihan – pelatihan teknis.
·         Pemecahan masalah teknis yang berkualitas tinggi.
·         Pelatihan yang mendalam dan perkembangan kecakapan kerja dalam fungsi-fungsi.
·         Jenjang karier yang jelas dalam fungsi – fungsi.

2.      Struktur Divisional
Struktur Organisasi yang dikelompokkan berdasarkan kesamaan produk, layanan, pasar dan letak geografis. Organisasi bentuk Divisional ini biasanya diterapkan di perusahaan yang berskala menengah keatas,hal ini dikarenakan biaya operasional akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan bentuk Organisasi Fungsional.
Keuntungan dari struktur divisional adalah sebagai berikut :
1.       Fleksibilitas yang tinggi dalam merespon perubahan lingkungan.
2.       Meningkatnya koordinasi antar departemen fungsional.
3.       Menunjukkan dengan jelas pertanggungjawaban untuk produksi dan pelayanan pengiriman.
4.       Keahlian yang difokuskan pada pelanggan, produk – produk dan daerah – daerah khusus.
5.       Perkembangan atau penurunan ukuran yang mudah dengan menambah atau menghapus divisi – divisi.

Kerugian atau kekurangan Struktur Fungsional dan Struktur Divisional
1.      Struktur fungsional, kelemahan dalam struktur ini adalah kurangnya komunikasi dan koordinasi antara fungsi – fungsi, keputusan – keputusan yang selalu mengacu pada tingkat hierarki, hilangnya tanggung jawab yang jelas terhadap produk atau pelayanan pengiriman serta inovasi yang lambat dalam menjawab perubahan lingkungan. Salah satu kerugian yang serius dari struktur ini terjadi saat anggota departemen fungsional mempunyai spesialisasi yang berlebihan dan segala sesuatu dipusatkan pada departemennya. Hal ini akan mengakibatkan sudut pandang yang sempit dan kehilangan pandangan terhadap sistem secara total. Kegagalan dalam berkomunikasi dan dukungan perluasan antar departemen merupakan hal yang biasa terjadi dalam situasi ini. Hal ini memperlambat pembuatan keputusan saat persoalan harus diselesaikan menurut tingkatan hierarki. Organisasi yang mengalami masalah structural seperti itu dapat mrnjurus pada kesalahan yang lebih fatal dalam persaingan di pasar.
2.      Struktur Divisional
Kelemahan dari struktur divisional adalah dapat menurunkan skala ekonomi, menyebarkan persaingan teknik dan keahlian, juga menciptakan persaingan yang tidak sehat antara unit – unit operasional. Struktur ini juga dapat meningkatkan biaya melalui penggandaan sumber daya dan usaha – usaha antar divisi dan mengarah pada penekanan yang berlebihan melawan tujuan – tujuan organisasi.

·         Definisi Actualing
Inti dari Actuating adalah menggerakkan semua anggota kelompok untuk bekerja agar mencapai tujuan organisasi. George R. Terry (1986) mengemukakan bahwa actuating merupakan usaha menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran perusahaan dan sasaran anggota-anggota perusahaan tersebut oleh karena para anggota itu juga ingin mencapai sasaran tersebut. Dari pengertian di atas, pelaksanaan (actuating) tidak lain merupakan upaya untuk menjadikan perencanaan menjadi kenyataan, dengan melalui berbagai pengarahan dan pemotivasian agar setiap karyawan dapat melaksanakan kegiatan secara optimal sesuai dengan peran, tugas dan tanggung jawabnya.
Dalam mengimplementasikan aktivitas organisasi, pelaku organisasi harus :
1.      Merasa yakin dan mampu melakukan suatu pekerjaan,
2.      Percaya bahwa pekerjaan telah menambahkan nilai untuk diri mereka sendiri,
3.      Tidak terbebani oleh masalah pribadi atau tugas lain yang lebih penting atau mendesak,
4.      Tugas yang diberikan cukup relevan,
5.      Hubungan harmonis antar rekan kerja.
 Actuating (penggerakan) meliputi kepemimpinan dan koordinasi. kepemimpinan yakni gayamemimpin dari sang pemimpin dalam mengoptimalkan seluruh potensi dan sumber dayaorganisasi agar mengarah pada pencapaian tujuan program dan organisasi. sedangkan koordinasi yakni suatu aktivitas membawa orang-orang yang terlibat organisasi ke dalam suasana kerja sama yang harmonis. Dengan adanya pengoordinasian dapat dihindari kemungkinan terjadinya persaingan yang tidak sehat dan kesimpang  siuran di dalam bertindak antara orang-orang yangterlibat dalam mencapai tujuan. Koordinasi ini mengajak semua sumber daya manusia yang tersedia untuk bekerjasama menuju ke satu arah yang telah ditentukan.

·         Definisi Controlling
Pengawasan, Pengendalian atau Controlling adalah salah satu fungsi manajemen yang berupa penilaian, bila perlu mengadakan koreksi sehingga apa yang dilakukan bawahan dapat diarahkan ke jalan yang benar dengan maksud tercapai tujuanyang sudah digariskan semula. Dalam melaksanakan kegiatan controlling, atasanmengadakan pemeriksaan, mencocokan, serta mengusahakan agar kegiatan-kegiatanyang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan serta tujuan yang dicapai

Langkah-langkah dalam Controlling
Mochler dalam Stoner James, A. F. (1988) menetapkan empat langkah dalam proses pengendalian, yaitu sebagai berikut:
1.      Menetapkan standar dan Metode Mengukur Prestasi Kerja
Standar yang dimaksud adalah criteria yang sederhana untuk prestasi kerja, yakni titik-titik yang terpilih didalam seluruh program perencanaan untuk mengukur prestasi kerja tersebut guna memberikan tanda kepada manajer tentang perkembangan yang terjadi dalam perusahaan itu tanpa perlu mengawasi setiap langkah untuk proses pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan.
2.      Melakukan Pengukuran Prestasi Kerja
Pengukuran prestasi kerja idealnya dilaksanakan atas dasar pandangan kedepan, sehingga penyimpangan-pennyimpangan yang mungkin terjadi ari standar dapat diketahui lebih dahulu.
3.      Menganalisis Apakah Prestasi Kerja Sesuai dengan Standar
Yaitu dengan membandingkan hasil pengukuran dengan target atau standar yang telah ditetapkan. Bila prestasi sesuai dengan standar manajer akan menilai bahwa segala sesuatunya beada dalam kendali.
4.      Mengambil Tindakan Korektif
Proses pengawasan tidak lengkap bila tidak diambil tindakan untuk membetulkan penyimpangan yang terjadi. Apabila prestasi kerja diukur dalam standar, maka pembetulan penyimpangan yang terjadi dapat dipercepat, karena manajer sudah mengetahui dengan tepat, terhadap bagian mana dari pelaksanaan tugas oleh individu atau kelompok kerja, tindakan koreksi itu harus dikenakan.

Tipe-tipe Controling
Ada tiga tipe pengawasan (controlling), yaitu :
1.Pengawasan pendahuluan
Dirancang untuk mengantisipasi adanya penyimpangan dari standar atau  tujuan dan memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu tahap kegiatan tertentu diselesaikan.
2.Pengawasan yang dilakukan bersama dengan pelaksanaan kegiatan.
Merupakan proses di mana aspek tertentu dari suatu prosedur harus disetujui dulu atau syarat tertentu harus dipenuhi dulu sebelum kegiatan - kegiatan bisa dilanjutkan, untuk menjadi semacam peralatan "double check" yang telah menjamin ketepatan pelaksanaan kegiatan.
3.Pengawasan umpan balik
Mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan.

Control Proses Management
Proses controlling meliputi :
1)      Menentukan standar yang akan digunakan sebagai dasar pengendalian,
2)      Mengukur pelaksanaan atau hasil yang sudah dicapai dengan melaksanakan evaluasi terhadap kinerja serta kompetensi yang dimiliki,
3)      Membandingkan pelaksanaan atau hasil dengan standar kembali membandingkan hasil pelaksanaan kegiatan dengan tujuan awal (rencana) kegiatantersebut dilaksanakan, dan mengukur capaian keberhasilannya,
4)      Melakukan tindakan perbaikan, jika ada kesalahan atau penyimpangan, segera melakukan perbaikan,
5)      Meninjau dan menganalisis ulang rencana, kembali membuat rencana baru jika terjadi penyimpangan. (Namun jika hasilnya sesuai dengantujuan program, maka perlu dibuatkan rencana lanjutan untuk melanjutkan program yang berhasil tersebut, sehingga tujuan organisasi semakin dekat untuk dicapai.
Pengawasan dibedakan menurut sifat dan waktunya :
1.      Preventive control
Pengawasan yang dilakukan sebelum kegiatan dilaksanakan. Pemimpin mengawasi perencanaankegiatan yang akan dilaksanakan hingga persiapan yang dilakukan, termasuk rekruitmen anggota,
2.      Repressive control
Pengawasan yang dilakukan setelah kegiatan berlangsung, dengan mengawasi hasil yang dari pelaksanaan kegiatan, serta evaluasi dan laporan yang didapatkan melakukan pengukurancapaian hasil,
3.      Pengawasan saat proses dilakukan
Pengawasan yang dilakukan bersamaan dengan proses, sehingga langsung mengikuti proses danmengadakan korkesi jika ada penyimpangan
4.      Pengawasan berkala
Pengawasan yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu berdasarkan kesepakatan (bisa / bulansekali, atau 1 bulan),
5.      Pengawasan mendadak (sidak)
Pengawasan yang dilaksanakan mendadak untuk melihat kinerja staff sehari-hari danmenghindari terjadinya penyimpangan
6.      Pengawasan melekat (waskat)
Pengawasan yang dilakukan secara dekat terhadap staff, hal ini sering dilakukan untuk tujuan-tujuan yang spesifik dan bersifat khusus, sehingga menghindarkan sekecil-kecilnya terjadi penyimpangan atau kesalahan


SUMBER       :
4.      Schermerhorn, J. R., (2003). Manajemen. Jogjakarta : Andi Yogyakarta.