Nama : Fauzia Ayu Nanda Mata
kuliah : Softskills
Kelas : 3PA09 NPM : 14514080
A.
Pengertian Empowerment
Empowerment , yaitu upaya mengaktualisasikan
potensi yang sudah dimiliki oleh masyarakat. Pendekatan pemberdayaan masyarakat
yang demikian tentunya diharapkan memberikan peranan kepada individu bukan
sebagai obyek, tetapi sebagai pelaku atau aktor yang menentukan hidup mereka
sendiri. Secara umum pemberdayaan didefinisikan sebagai suatu proses sosial
multi-dimensional yang membantu penduduk untuk mengawasi kehidupannya sendiri.
Pemberdayaan itu merupakan suatu proses yang memupuk kekuasaan (yaitu,
kemampuan mengimplementasikan) pada individu, untuk penggunaan bagi kehidupan
mereka sendiri, komunitas mereka, dengan berbuat mengenai norma - norma yang
mereka tentukan (Page & Czuba, 1999:3). Richard Carver, Managing Director dari
Coverdale Organization mendefinisikan empowerment sebagai mendorong
dan membolehkan seseorang untuk mengambil tanggung jawab secara pribadi untuk
meningkatkan atau memperbaiki cara-cara menyelesaikan pekerjaan sehingga dapat
meningkatkan kontribusi dalam pencapaian sasaran
organisasi. Empowerment memerlukan penciptaan budaya yang mendorong
pegawai dalam setiap tingkatan untuk melakukan sesuatu yang berbeda dan
membantu pegawai untuk percaya diri dan kemampuan untuk melakukan perubahan.
B.
Kunci efektif Empowerment
Hulme & Turner (1990)
berpendapat bahwa pemberdayaan mendorong terjadinya suatu proses perubahan
sosial yang memungkinkan orang-orang pinggiran yang tidak berdaya untuk memberikan pengaruh yang
lebih besar di arena politik secara lokal maupun nasional. Oleh karena itu
pemberdayaan sifatnya individual dan kolektif. Pemberdayaan juga merupakan
suatu proses yang menyangkut hubungan kekuasaan kekuatan yang berubah antar
individu, kelompok dan lembaga.
C.
Definisi stress
Stres dapat dimaknai dari beberapa
sudut pandang keilmuan. Levi (1991) mendefinisikan stress sebagai berikut:
Dalam bahasa tekhnik. Stress dapat
diartikan sebagai kekuatan dari bagian-bagian tubuh.
Dalam bahasa biologi dan kedokteran.
Stress dapat diartikan proses tubuh untuk beradaptasi terhadap pengaruh luar
dan perubahan lingkungan terhadap tubuh.
Secara umum. Stress dapat diartikan
sebagai tekanan psikologis yang dapat menimbulkan penyakit baik fisik maupun
penyakit jiwa.
Secara lebih tegas Manuaba (1998)
memberikan definisi sebagai berikut: Stress
adalah segala rangsangan atau aksi
dari tubuh manusia baik yang berasal daru luar maupun dari dalam tubuh itu
sendiri yang dapat menimbulkan bermacam-macam dampak yang merugikan mulai dari
menurunnya kesehatan sampai kepada dideritanya suatu penyakit. Dalam kaitannya
dengan pekerjaan, semua dampak dari stress tersebut akan menjurus kepada
menurunnya performansi, efisiensi dan produktifitas kerja yang bersangkutan.
Selanjutnya Mendelson (1990)
mendefinisikan stress akibat kerja secara lebih sederhana, dimana stress
merupakan suatu ketidak nyamanan dalam kerja. Sedangkan respon stress merupakan
suatu total emosional individu dan atau merupakan respon fisiologis terhadap
kejadian yang diterimanya. Dari beberapa pengertian tersebut maka dapat digaris
bawahi bahwa stress muncul akibat adanya berbagai stressor yang diterima oleh
tubuh, yang selanjutnya tubuh memberikan reaksi (strain) dalam beranekaragam
tampilan.
Dari uraian tersebut dapat
ditegaskan bahwa stress secara umum merupakan tekanan psikologis yang dapat
menyebabkan berbagai bentuk penyakit baik penyakit secara fisik maupun mental
(kejiwaan).
D. Sumber-sumber
Stress
·
Sumber-sumber stress pada diri
seseorang : Kadang-kadang sumber stress itu ada didalam diri seseorang. Salah
satunya melalui kesakitan. Tingkatan stress yang muncul tergantung pada rasa
sakit dan umur inividu(sarafino,1990). Stress juga akan muncul dalam seseorang
melalui penilaian dari kekuatan motivasional yang melawan, bila seseorang
mengalami konflik. Konflik merupakan sumber stress yang utama.
·
Sumber-sumber stress di dalam
keluarga : Stress di sini juga dapat bersumber dari interaksi di antara para
anggota keluarga, seperti : perselisihan dalam masalah keuangan, perasaan
saling acuh tak acuh, tujuan-tujuan yang saling berbeda dll. Misalnya :
perbedaan keinginan tentang acara televisi yang akan ditonton, perselisihan
antara orang tua dan anak-anak yang menyetel tape-nya keras-keras, tinggal di
suatu lingkungan yang terlalu sesak, kehadiran adik baru. Khusus pada penambahan
adik baru ini, dapat menimbulkan perasaan stress terutama pada diri ibu yang
selama hamil (selain perasaan senang, tentu), dan setelah kelahiran. Rasa
stress pada ayah sehubungan dengan adanya anggota baru dalam keluarga, sebagai
kekhawatiran akan berubahnya interaksi dengan ibu sebagai istrinya atau
kekhawatiran akan tambahan biaya. Pra orang tua yang kehilangan anak-anaknya
atau pasanganya karena kematian akan merasa kehilangan arti (sarafino,1990).
·
Sumber-sumber stress didalam
komunitas dan lingkungan : interaksi subjek diluar lingkungan keluarga
melengkapi sumber-sumber stress. Contohnya : pengalaman stress anak-anak
disekolah dan di beberapa kejadian kompetitif, seperti olahraga. Sedangkan
beberapa pengalaman stress oang tua bersumber dari pekerjaannya, dan lingkungan
yang stressful sifatnya. Khususnya ‘occupational stress’ telah diteliti secra
luas.
Pekerjaan dan stress : Hampir semua
orang didalam kehidupan mereka mengalami stress sehubungan denga pekerjaan
mereka. Tidak jarang situasi yang ‘stressful’ ini kecil saja dan tidak berarti,
tetapi bagi banyak orang situasi stress itu begitu sangat terasa dan
berkelanjutan didalam jangka waktu yang lama. Faktor-faktor yang membuat
pekerjaan itu ‘stressful’ ialah :
1. Tuntutan
kerja : pekerjaan yang terlalu banyak dan membuat orang bekerja terlalu keras
dan lembur, karena keharusan mengerjakannya.
2. Jenis
pekerjaan : jenis pekerjaan itu sendiri sudah lebih ‘stressful’ dari pada jenis
pekerjaan lainnya. Pekerjaan itu misalnya : jenis pekerjaan yang memberikan
penilaian atas penampilan kerja bawahannya (supervisi), guru, dan dosen.
3. Pekerjaan
yang menuntut tanggung jawab bagi kehidupan manusia : contohnya tenaga medis
mempunyai beban kerja yang berat dan harus menghadapi situasi kehidupan dan
kematian setiap harinya. Membuat kesalahan dapat menimbulkan konsekuensi yang
serius.
Menurut Sarafino (1990) stress kerja
dapat disebabkan karena :
a. Lingkungan
fisik yang terlalu menekan
b. Kurangnya
kontrol yang dirasakan
c. Kurangnya
hubungan interpersonal
d. Kurangnya
pengakuan terhadap kemajuan kerja
·
Stress yang berasal dari lingkungan
: lingkungan yang dimaksud disni adalah lingkungan fisik, seperti : kebisingan,
suhu yang terlalu panas, kesesakan, dan angin badai (tornado,tsunami). Stressor
lingkungan mencakup juga stressor secara makro seperti migrasi, kerugian akibat
teknologi modern seperti kecelakaan lalu lintas, bencana nuklir (Peterson dkk,
1991) dan faktor sekolah (Graham,1989).
E. Cara mengatasi
stress
1. Olahraga
2. Yoga
3. Pemijatan
4. Melakukan hobi
yang disenangi
5. Mendengarkan
musik
6. Bermain games
7. Positive
Thinking
F.
Definisi konflik
Menurut Killman dan Thomas (1978),
konflik merupakan kondisi terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau
tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun
dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut
dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang
mempengaruhi efisiensi.
G.
Jenis-jenis Konflik
Konflik mempunyai banyak jenis seperti yang dikatakan James A.F. Stoner
dan Charles Wankel dikenal ada lima jenis konflik yaitu konflik intrapersonal,
konflik interpersonal, konflik antar individu dan kelompok, konflik antar
kelompok dan konflik antar organisasi.
1. Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflik
seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama
seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus. bentuk
konflik intrapersonal yaitu :
a. Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada
dua pilihan yang sama-sama menarik.
b. Konflik pendekatan penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada
dua pilihan yang sama menyulitkan.
2. Konflik Interpersonal
Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang
lain karena pertentengan kepentingan atau keinginan. Maka Hal ini sering
terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan
lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting
dalam perilaku organisasi.
3.
Konflik antar perorangan
Konflik antar perorangan terjadi antara satu individu dengan individu
lain atau lebih. Konflik ini biasanya disebabkan oleh adanya perbedaan sifat
dan perilaku setiap orang dalam organisasi. Hal ini biasanya pernah dialami
oleh setiap anggota organisasi baik hanya dirasakan sendiri maupun ditunjukkan
dengan sikap.
4.
Konflik Antar Kelompok
Tingkat lainnya dalam konflik di organisasi adalah konflik antar kelompok.
Seperti diketahui bahwa sebuah organisasi terbentuk dari beberapa kelompok
kerja yang terdiri dari banyak unit. Apabila diantara unit-unit disuatu
kelompok mengalami pertentangan dengan unit-unit dari kelompok lain maka
manajer merupakan pihak yang harus bisa menjadi penghubung antara keduanya.
5. Konflik antar organisasi
Konflik juga bisa terjadi antara organisasi yang satu dengan yang lain.
Hal ini tidak selalu disebabkan oleh persaingan dari perusahaan-perusahaan di
pasar yang sama. Konflik ini bisa terjadi karena adanya ketidak cocokan suaut
badan terhadap kinerja suatu organisasi.
H.
Proses Konflik
1.
Potensi Pertentangan atau
Ketidakselarasan
Tahap pertama dalam proses
terjadinya konflik adalah munculnya kondisi-kondisi yang menciptakan peluang
bagi pecahnya konflik. Kondisi-kondisi tersebut tidak harus mengarah langsung
pada konflik, tetapi salah satunya diperlukan jika konflik akan muncul. Secara
sederhana, kondisi-kondisi tersebut dapat dipadatkan ke dalam tiga kategori
umum, yaitu:
•
Komunikasi: Sebuah ulasan mengenai penelitian menunjukkan bahwa konotasi
kata yang menimbulkan makna yang berbeda, pertukaran informasi yang tidak
memadai, dan kegaduhan pada saluran komunikasi merupakan hambatan komunikasi
dan kondisi potensial pendahulu yang menimbulkan konflik. Penelitian
menunjukkan bahwa potensi konflik meningkat ketika terjadi terlalu sedikit atau
terlalu banyak informasi. Jelas, meningkatnya komunikasi menjadi fungsional
sampai pada suatu titik, dan diatasnya dengan terlalu banyak komunikasi,
meningkat pula potensi konflik.
•
Struktur: Istilah struktur digunakan dalam konteks ini untuk mencakup
variabel-variabel seperti ukuran, kadar spesialisasi dalam tugas-tugas yang
diberikan kepada anggota kelompok, keserasian antara anggota dan tujuan, gaya
kepemimpinan, sistem imbalan, dan kadar ketergantungan antar kelompok.
Penelitian menunjukkan bahwa ukuran dan spesialisasi bertindak sebagai daya
yang merangsang konflik. Semakin besar kelompok dan semakin terspesialisasi
kegiatan-kegiatannya, semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik.
Semakin besar ambiguitas dalam mendefinisikan secara tepat dimana letak
tanggung jawab atas tindakan, semakin besar potensi munculnya konflik.
•
Variabel-variabel Pribadi: Kategori ini meli[uti kepribadian, emosi, dan
nilai-nilai. Bukti menunjukkan bahwa jenis kepribadian tertentu memiliki
potensi memunculkan konflik. Emosi juga dapat menyebabkan konflik. Nilai yang
berbeda-beda yang dianut tiap-tiap anggota dapat menjelaskan munculnya konflik
2.
Kognisi dan Personalisasi
Sebagaimana yang telah disinggung
dalam definisi mengenai konflik, disyaratkan adanya persepsi. Karena itu, salah
satu pihak (atau lebih) harus menyadari adanya kondisi-kondisi pendahulu. Namun
karena suatu konflik yang dipersepsi, tidak berarti bahwa konflik itu
dipersonalisasi. Konflik yang dipersepsi merupakan kesadaran oleh satu atau
lebih pihak akan adanya kondisi-kondisi yang menciptakan peluang munculnya
konflik. Pada tahap ini mungkin tidak berpengaruh apapun pada perasaan satu dan
yang lainnya. Baru pada tingkat perasaan, yaitu ketika orang mulai terlibat
secara emosional, para pihak tersebut merasakan kecemasan, ketegangan,
frustasi, atau rasa bermusuhan.
Tahap ini penting karena disinilah
isu-isu konflik biasanya didefinisikan. Pada tahapan proses inilah, para pihak
memutuskan konflik itu tentang apa, dan pada akhirnya ini sangat penting karena
cara sebuah konflik didefinisikan akan menentukan jalan panjang menuju akhir
penyelesaian konflik.
3.
Maksud
Mengintervensi antara persepsi serta
emosi orang dan perilaku mereka. Masud adalah keputusan untuk bertindak dengan
cara tertentu. Seseorang harus menyimpulkan maksud orang lain untuk mengetahui
bagaimana sebaiknya menanggapi perilakunya itu. Banyak konflik bertambah parah
semata-mata karena salah satu pihak salah dalam memahami maksud pihak lain.
Selain itu, biasanya ada perbedaan yang besar antara maksud dan perilaku,
sehingga perilaku tidak selalu mencerminkan secara akurat maksud seseorang.
Dengan menggunakan sifat kooperatif
(kadar sampai mana salah satu pihak berupaya memuaskan kepentingan pihak lain)
dan sifat tegas (kadar sampai mana salah satu pihak berupaya memperjuangkan
kepentingannya sendiri), lima maksud penanganan konflik berhasil diidentifikasi:
•
Bersaing: yaitu hasrat untuk memuaskan kepentingan pribadi, tanpa
memedulikan dampaknya atas pihak lain yang berkonflik dengannya. Perilaku ini
mencakup maksud untuk mencapai tujuan anda dengan mengorbankan tujuan orang
lain, berupaya meyakinkan orang lain bahwa kesimpulan anda benar dan
kesimpulannya salah, dan mencoba membuat orang lain dipersalahkan atas suatu
masalah.
•
Bekerja sama: yaitu suatu situasi dimana pihak-pihak yang berkonflik
ingin sepenuhnya memuaskan kepentingan kedua belah pihak. Maksud para pihak
adalah menyelesaikan masalah dengan memperjelas perbedaan ketimbang
mengakomodasi berbagai sudut pandang.
•
Menghindar: yaitu hasrat untuk menarik diri dari konflik atau menekan
sebuah konflik. Maksud dari perilaku ini adalah mencoba mengabaikan suatu
konflik dan menghindari orang lain yang berbeda pendapat.
• Akomodatif: yaitu kesediaan salah
satu pihak yang berkonflik untuk menempatkan kepentingan lawannya di atas
kepentingannya sendiri. Maksud dari perilaku ini adalah supaya hubungan tetap
terpelihara, salah satu pihak bersedia berkorban.
•
Kompromis: yaitu situasi dimana masing-masing pihak yang berkonflik
bersedia mengalah dalam satu atau lain hal. Saat itulah terjadi tindakan
berbagi yang mendatangkan kompromi. Maksud kompromis ini tidak jelas siapa yang
menang dan kalah. Tiba-tiba muncul kesediaan dari pihak-pihak yang berkonflik
untuk membatasi objek konflik dan menerima solusi meski sifatnya sementara.
Karena itu, cirri khas maksud kompromis adalah masing-masing pihak rela
menyerahkan sesuatu atau mengalah.
4.
Perilaku
Tahapan selanjutnya dalam proses
terjadinya konflik adalah perilaku yang meliputi pernyataan, aksi dan reaksi
yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik. Perilaku konflik ini biasanya
merupakan upaya kasat mata untuk mengoperasikan maksud dari masing-masing pihak.
Tetapi perilaku ini memiliki kualitas stimulus yang berbeda dari maksud.
Jika konflik bersifat disfungsional,
maka perlu dilakukan berbagai teknik penting untuk meredakannya. Para manajer
mengendalikan tingkat konflik dengan manajemen konflik (conflict management),
yaitu pemanfaatan teknik-teknik resolusi dan dorongan (stimulasi) untuk
mencapai tingkat konflik yang diinginkan.
5.
Akibat
Jalinan aksi-reaksi antara
pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi. Akibat atau konsekuensi
itu bisa bersifat fungsional, dalam arti konflik tersebut menghasilkan kinerja
kelompok, atau juga bisa bersifat disfungsional karena justru menghambat
kinerja kelompok.
• Akibat fungsional: Meningkatnya
keragaman kultur dari anggota dapat memberikan manfaat lebih besar bagi
organisasi. Penelitian memperlihatkan bahwa heterogenitas antaranggota kelompok
dan organisasi dapat meningkatkan kreativitas, memperbaiki kualitas
keputusandan memfasilitasi perubahan dengan cara meningkatkan fleksibilitas
anggota.
• Akibat disfungsional: Pertengkaran
yang tak terkendali menumbuhkan rasa tidak senang, yang menyebabkan ikatan
bersama renggang, dan pada akhirnya menuntun pada kehancuran kelompok. Diantara
konsekuensi-konsekuensi yang tidak diharapkan tersebut, terdapat lambannya
komunikasi, menurunnya kekompakan kelompok, dan subordinasi tujuan kelompok
oleh dominasi perselisihan antar anggota.
• Menciptakan
konflik fungsional: Salah satu cara organisasi menciptakan konflik fungsional
adalah dengan memberi penghargaan kepada orang yang berbeda pendapat dan
menghukum mereka yang suka menghindari konflik.
I. Definisi
komunikasi
Komunikasi adalah kegiatan
pengoperan lambang yang mengandung arti/makna yang perlu dipahami bersama
oleh pihak yang terlibat dalam kegiatan komunikasi (Astrid).
Komunikasi adalah kegiatan perilaku atau kegiatan penyampaian pesan atau
informasi tentang pikiran atau perasaan (Roben.J.G). Komunikasi adalah sebagai
pemindahan informasi dan pengertian dari satu orang ke orang lain (Davis,
1981). Komunikasi adalah berusaha untuk mengadakan persamaan dengan orang lain
(Schram,W).
J. Hambatan dalam
Komunikasi
1. Hambatan dari Proses Komunikasi
Hambatan dari pengirim pesan,
misalnya pesan yang akan disampaikan belum jelas bagi dirinya atau pengirim
pesan, hal ini dipengaruhi oleh perasaan atau situasi emosional dan
hambatan dalam penyandian/simbol.
2. Hambatan Fisik
Hambatan fisik dapat mengganggu
komunikasi yang efektif, cuaca gangguan alat komunikasi, dan lain lain,
misalnya: gangguan kesehatan, gangguan alat komunikasi dan sebagainya.
3. Hambatan Semantik
Kata-kata yang dipergunakan dalam
komunikasi kadang-kadang mempunyai arti mendua yang berbeda, tidak
jelas atau berbelit-belit antara pemberi pesan dan penerima.
4. Hambatan Psikologis
Hambatan psikologis dan sosial
kadang-kadang mengganggu komunikasi, misalnya; perbedaan nilai-nilai serta
harapan yang berbeda antara pengirim dan penerima pesan.
Daftar Pustaka
2. Anonim.
1999. Manajemen stres. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
4. http://dzakiyyah95.blogspot.co.id/2015/01/empowerment-stres-dan-konflik.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar